Jumat, 23 November 2018

Arbritrase dan Arternatif Penyelesaian Sengketa Dalam Penyelenggaraan Konstruksi


BAB 1

PENDAHULUAN


1.1            LATAR BELAKANG

Jasa konstruksi mempunyai karakter dan mekanisme spesifik yang umumnya hanya dipahami dengan baik oleh para pelaku usaha dan pihak-pihak yang terkait erat dengan kegiatan di bidang tersebut. Di Indonesia, puluhan ribu kontrak konstruksi ditandatangani dan diimplementasikan setiap tahunnya. Semakin kompleks suatu kontrak konstruksi, semakin besar kemungkinan terjadinya sengketa konstruksi sebagai akibat lain yang bersifat fisik maupun non-fisik. Penyelesaian sengketa khususnya bidang konstruksi pada saat ini berlarut-larut dan berkepanjangan, berdampak pada penyelesaian fisik suatu proyek. Sengketa yang terjadi tidak terbatas pada proyek pemerintah baik yang didanai dengan APBN dan/atau APBD ataupun pinjaman dari institusi pemberi pinjaman (lender) luar negeri, tetapi juga pada proyek-proyek swasta pada saat ini banyak terjadi sengketa konstruksi. Kesulitan-kesultan tersebut menjadikan sengketa yang muncul membutuhkan penanganan yang khusus pula, sehingga diperlukan sarana penyelesaian sengketa yang sesuai dengan kebutuhan pelaku pasar yaitu proses yang cepat, efisien, dan relative murah. Sarana penyelesaian sengketa tesebut diselenggarakan oleh lembaga yang kredibel, mandiri, serta bebas dari pengaruh siapapun dan beroperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menjawab kebutuhan yang dimaksud maka dibentuklah Badan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Jasa Konstruksi Indonesia (BADAPSKI).

1.2            RUMUSAN MASALAH

Cara penyelesaian sengketa dalam penyelenggaraan konstruksi pada Badan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Jasa Konstruksi Indonesia (BADAPSKI).

1.3            TUJUAN

Agar mahasiswa mengerti dan memahami mengenai penyelesaian sengketa dalam jasa konstruksi


BAB 2

PEMBAHASAN



2.1            TUGAS POKOK DAN FUNGSI BADAPSKI

Tugas pokok dari lembaga BADAPSKI adalah membantu upaya penegakan hukum terhadap sengketa bisnis khusunya bidang konstruksi di Indonesia. Dalam peradilan di Indonesia, upaya penegakan hukum dalam sengketa perdata selain dapat diajukan melalui peradilan umum, juga terbuka melalui arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa. Melalui BADAPSKI, diharapkan penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan itikad baik, cepat, murah, berkepastian hukum dan tidak merusak hubungan antar para pihak.

Adapun fungsi Badan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi Indonesia (BADAPSKI) adalah:

1.                   Dalam rangka turut serta dalam upaya penegakan hukum di Indonesia dengan menyelenggarakan penyelesaian sengketa yang terjadi di sektor konstruksi melalui arbitrase dan bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa lainnya.

2.                   Menyelenggarakan jasa-jasa penyelenggaraan penyelesaian sengketa melalui arbitrase dan bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa lainnya seperti konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, penilaian ahli, dan dewan sengketa sesuai dengan Peraturan BADAPSKI atau prosedur lainnya yang disepakati oleh para pihak yang berkepentingan.

2.2            PROSEDUR PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI BADAPSKI

Syarat utama agar dapat menyerahkan kasus ke BADAPSKI yang harus dipenuhi oleh para pihak adalah dengan memuat suatu perjanjian atau kesepakatan oleh para pihak yang berkepentingan untuk menyelesaikan sengketanya di BADAPSKI. Kesepakatan ini dapat dibuat sebelum terjadinya perkara atau setelah terjadi perkara. Bagi para pihak yang sejak awal menyepakati penyelesaian sengketa melalui BADAPSKI, perlu mencantumkan klausula arbitrase dalam perjanjian yang dibuat. BADAPSKI merekomendasikan kepada para pihak yang bermaksud memilih cara penyelesaian arbitrase BADAPSKI di dalam kontraknya menggunakan klausula arbitrase standar BADAPSKI. pihak serta dapat ditambahkan dengan pengesahan melalui Pengadilan yang memiliki yuridiksi.” Para pihak dapat pula melengkapi klausula arbitrase standar tersebut dengan mencantumkan hukum yang berlaku, jumlah arbiter, tempat dan bahasa yang dipergunakan untuk arbitrase. Menurut Bab 3 Pasal 1


Peraturan Arbitrase Konstruksi BADAPSKI, arbitrase dilakukan berdasarkan permohonan arbitrase tertulis kepada Pimpinan BADAPSKI bersama salinan Pemberitahuan Arbitrase yang diberikan kepada Termohon yang dilengkapi dengan salinan kontrak yang memuat klausula arbitrase.

2.1.2        Penentuan Arbiter

Dalam hal arbiter, maka yang dapat ditunjuk sebagai arbiter adalah arbiter yang terdaftar dalam daftar arbiter BADAPSKI. Pihak lain diluar arbiter BADAPSKI dapat ditunjuk sebagai arbiter anggota majelis arbitrase dalam proses arbitrase sepanjang yang bersangkutan memenuhi persyaratan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Arbitrase Konstruksi dan memndapat persetujuan BADAPSKI. Dalam hal komposisi arbiter dalam suatu arbitrase BADAPSKI, para pihak berhak secara bebas menunjuk dan menentukan jumlah arbiter. Namun apabila para pihak tidak dapat menunjuk atau menentukan para arbiter, maka Pimpinan BADAPSKI akan menetapkan:

1.             Satu arbiter tunggal untuk arbitrase nasional dan/atau untuk kontrak UKM Prosedur penunjukan 1 (satu) arbiter tunggal adalah:

a.      Jika para pihak telah sepakat untuk menunjuk arbiter tunggal, para pihak bebas untuk menyetujui bersama-sama para arbiter tunggal.

b.      Jika dalam 30 hari setelah pihak lain menerima pemberitahuan arbitrase, dan para pihak tidak mencapai kesepakatan tentang penunjukan arbiter tunggal, maka salah satu pihak dapat meminta arbiter tunggal yang ditunjuk Pimpinan BADAPSKI.

2.             Tiga arbiter untuk arbitrase internasional atau nasional

Prosedur penunjukan 3 (tiga) arbiter berdasarkan Peraturan BADAPSKI adalah:

a.     Jika para pihak telah sepakat untuk menunjuk 3 (tiga) arbiter, masing-masing pihak akan menunjuk seorang arbiter. Dua arbiter yang ditujuk akan memilih arbiter ketiga yang bertindak sebagai ketua arbiter dalam panel arbitrase.

b.     Jika dalam 30 hari setelah menerima pemberitahuan dari salah satu pihak atas penunjukan arbiter, pihak lain tidak memberitahukan pihak pertama arbiter yang telah ditunjuk, pihak pertama dapat meminta Pimpinan BADAPSKI untuk menunjuk arbiter kedua

c.     Jika dalam 30 hari setelah penunjukan arbiter kedua, kedua arbiter tidak setuju atas pemilihan ketua arbiter, arbiter dapat ditunjuk oleh Pimpinan
BADAPSKI.




2.2.2        Dalam Hal Keberatan Terhadap Arbiter

keberatan terhadap calon arbiter dapat dinyatakan dengan pemberitahuan keberatan dalam waktu 15 hari setelah menerima pemberitahuan penunjukan arbiter atau keberatan dalam waktu 15 hari. Keberatan tersebut harus dikirim secara bersamaan kepada Majelis Arbitrase dalam bentuk pemberitahuan dengan menyampaikan juga kepada pihak lain, arbiter yang mendapat keberatan, anggota lain dari Majelis Arbitrase, jika ada, dan tembusannya dikirimkan kepada Pimpinan BADAPSKI. Pemberitahuan dilakukan secara tertulis dengan menyebutkan alasan keberatan dan Pimpinan BADAPSKI dapat memerintahkan penundaan proses arbitrase sampai keberatan ditindaklanjuti. Jika dalah 14 hari sejak diterimanya pemberitahuan keberatan, pihak lain yang tidak setuju dengan keberatan dan arbiter yang mendapat keberatan tidak mengundurkan diri secara sukarela maka keputusan mengenai keberatan menjadi tanggung jawab Pimpinan BADAPSKI.


2.2.3        Dalam Hal Persidangan

Dalam hal persidangan, persidangan arbitrase akan diadakan secara tertutup kecuali para pihak menyetujui sebaliknya. Majelis arbitrase berhak menentukan siapa saja yang boleh menghadiri sidang, menyetujui pengunduran diri saksi termasuk saksi ahli.

2.2.4        Dalam Hal Biaya

Pimpinan BADAPSKI akan menentukan Deposit dalam jumlah uang muka sementara yang bertujuan untuk menutupi biaya arbitrase. Deposit harus dibayarkan oleh kedua belah pihak yang berperkara dalam waktu 21 (dua puluh satu) hari. Apabila salah satu pihak yang bersengketa adalah institusi pemerintah yang menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), maka wajib membuat surat jaminan pembayaran (payment guarantee letter) yang pada pokoknya berisi kesediaan untuk membayar biaya penyelesaian sengketa kepada BADAPSKI setelah terbitnya Putusan Majelis arbitrase



2.3            KETENTUAN HUKUM PUTUSAN BADAPSKI

Jika Majelis arbitrase berpendapat bahwa pemeriksaan arbitrase telah cukup, maka Majelis arbitrase akan memberikan putusan akhir dalam waktu 30 hari sejak selesainya persidangan. Perhitungan waktu dimulai dari tanggal penyerahan akhir


secara lisan maupun tertulis. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Peraturan Arbitrase BADAPSKI menyatakan bahwa putusan yang dijatuhkan final dan mengikat serta wajib dilaksanakan oleh para pihak dimana putusan arbitrase harus dibuat secara tertulis dan memuat:

1.     Kepala putusan yang berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”

2.     Nama lengkap dan alamat para pihak

3.     Uraian singkat sengketa

4.     Pendirian para pihak

5.     Nama lengkap dan alamat arbiter

6.     Pertimbangan dan kesimpulan arbiter atau majelis arbitrase mengenai keseluruhan sengketa

7.     Amar putusan

8.     Tempat dan tanggal putusan

9.     Tanda tangan arbiter dan majelis arbitrase

Putusan arbitrase yang tidak ditandatangani oleh salah satu arbiter tidak mempengaruhi kekuatan hukum putusan, namun alasan terkait tidak adanya tanda tangan tersebut harus dicantumkan dalam putusan.

2.4            EKSEKUSI DAN UPAYA HUKUM ATAS PUTUSAN BADAN ARBITRASE DAN ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA KONSTRUKSI (BADAPSKI)

Berdasarkan Peraturan Arbitrase Konstruksi BADAPSKI, para pihak haruslah segera menjalankan putusan tanpa penundaan, serta para pihak haruslah memberikan suatu pernyataan tertulis yang tidak dapat ditarik kembali yang pada pokoknya melepaskan hak-hak meraka pada setiap upaya banding, tinjauan atau upaya lain ke pengadilan atau otoritas peradilan lainnya secara sah dan para pihak selanjutnya setuju bahwa putusan adalah final dan mengikat para pihak sejak tanggal putusan. Dalam putusan arbitrase ditetapkan suatu jangka waktu dimana putusan arbitrase tersebut harus dilaksanakan. Berdasarkan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa bahwa putusan arbitrase haruslah diserahkan dan didaftarkan kepada Panitera Pengadilan Negeri paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak putusan dibacakan. Tidak dipenuhinya ketentuan tersebut berakibat pada putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan.


BAB 3

PENUTUP



3.1             KESIMPULAN

1.     mahasiswa mengerti dan memahami mengenai penyelesaian sengketa dalam jasa konstruksi

2.     Mengetahui prosedur penyelesaian sengketa pada BADAPSKI

3.     dalam hal penentuan arbiter, persidangan, dan biaya yang dikeluarkan ditentukan oleh Badan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi (BADAPSKI), namun pihak yang bersangkutan boleh tidak menyetujuinya namun disertai dengan alasan.


3.2            SARAN

Sebaiknya mahasiswa teknik sipil harus lebih banyak mengetahui atau

mempelajari tentang Badan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi (BADAPSKI) karena ini akan sangat berfungsi di dunia pekerjaan nantinya.