BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Jasa konstruksi mempunyai karakter dan mekanisme spesifik yang umumnya
hanya dipahami dengan baik oleh para pelaku usaha dan pihak-pihak yang terkait
erat dengan kegiatan di bidang tersebut. Di Indonesia, puluhan ribu kontrak
konstruksi ditandatangani dan diimplementasikan setiap tahunnya. Semakin
kompleks suatu kontrak konstruksi, semakin besar kemungkinan terjadinya
sengketa konstruksi sebagai akibat lain yang bersifat fisik maupun non-fisik.
Penyelesaian sengketa khususnya bidang konstruksi pada saat ini berlarut-larut
dan berkepanjangan, berdampak pada penyelesaian fisik suatu proyek. Sengketa
yang terjadi tidak terbatas pada proyek pemerintah baik yang didanai dengan
APBN dan/atau APBD ataupun pinjaman dari institusi pemberi pinjaman (lender)
luar negeri, tetapi juga pada proyek-proyek swasta pada saat ini banyak terjadi
sengketa konstruksi. Kesulitan-kesultan tersebut menjadikan sengketa yang
muncul membutuhkan penanganan yang khusus pula, sehingga diperlukan sarana
penyelesaian sengketa yang sesuai dengan kebutuhan pelaku pasar yaitu proses
yang cepat, efisien, dan relative murah. Sarana penyelesaian sengketa tesebut
diselenggarakan oleh lembaga yang kredibel, mandiri, serta bebas dari pengaruh
siapapun dan beroperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Untuk menjawab kebutuhan yang dimaksud maka dibentuklah Badan
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Jasa Konstruksi Indonesia (BADAPSKI).
1.2 RUMUSAN MASALAH
Cara penyelesaian sengketa dalam penyelenggaraan konstruksi pada Badan
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Jasa Konstruksi Indonesia (BADAPSKI).
1.3 TUJUAN
Agar mahasiswa mengerti dan
memahami mengenai penyelesaian sengketa dalam jasa konstruksi
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 TUGAS POKOK DAN FUNGSI
BADAPSKI
Tugas pokok dari lembaga BADAPSKI adalah membantu upaya penegakan hukum
terhadap sengketa bisnis khusunya bidang konstruksi di Indonesia. Dalam
peradilan di Indonesia, upaya penegakan hukum dalam sengketa perdata selain
dapat diajukan melalui peradilan umum, juga terbuka melalui arbitrase dan
alternatif penyelesaian sengketa. Melalui BADAPSKI, diharapkan penyelesaian
sengketa dapat dilakukan dengan itikad baik, cepat, murah, berkepastian hukum
dan tidak merusak hubungan antar para pihak.
Adapun fungsi Badan Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Konstruksi Indonesia (BADAPSKI) adalah:
1.
Dalam rangka turut serta dalam upaya penegakan hukum di Indonesia dengan
menyelenggarakan penyelesaian sengketa yang terjadi di sektor konstruksi
melalui arbitrase dan bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa lainnya.
2.
Menyelenggarakan jasa-jasa penyelenggaraan penyelesaian sengketa melalui
arbitrase dan bentuk-bentuk alternatif penyelesaian sengketa lainnya seperti
konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, penilaian ahli, dan dewan sengketa
sesuai dengan Peraturan BADAPSKI atau prosedur lainnya yang disepakati oleh
para pihak yang berkepentingan.
2.2 PROSEDUR PENYELESAIAN
SENGKETA MELALUI BADAPSKI
Syarat utama agar dapat menyerahkan kasus ke BADAPSKI yang harus
dipenuhi oleh para pihak adalah dengan memuat suatu perjanjian atau kesepakatan
oleh para pihak yang berkepentingan untuk menyelesaikan sengketanya di
BADAPSKI. Kesepakatan ini dapat dibuat sebelum terjadinya perkara atau setelah
terjadi perkara. Bagi para pihak yang sejak awal menyepakati penyelesaian
sengketa melalui BADAPSKI, perlu mencantumkan klausula arbitrase dalam perjanjian
yang dibuat. BADAPSKI merekomendasikan kepada para pihak yang bermaksud memilih
cara penyelesaian arbitrase BADAPSKI di dalam kontraknya menggunakan klausula
arbitrase standar BADAPSKI. pihak serta dapat ditambahkan dengan pengesahan
melalui Pengadilan yang memiliki yuridiksi.” Para pihak dapat pula melengkapi
klausula arbitrase standar tersebut dengan mencantumkan hukum yang berlaku,
jumlah arbiter, tempat dan bahasa yang dipergunakan untuk arbitrase. Menurut
Bab 3 Pasal 1
Peraturan
Arbitrase Konstruksi BADAPSKI, arbitrase dilakukan berdasarkan permohonan
arbitrase tertulis kepada Pimpinan BADAPSKI bersama salinan Pemberitahuan
Arbitrase yang diberikan kepada Termohon yang dilengkapi dengan salinan kontrak
yang memuat klausula arbitrase.
2.1.2 Penentuan Arbiter
Dalam hal arbiter, maka yang dapat ditunjuk sebagai arbiter adalah
arbiter yang terdaftar dalam daftar arbiter BADAPSKI. Pihak lain diluar arbiter
BADAPSKI dapat ditunjuk sebagai arbiter anggota majelis arbitrase dalam proses
arbitrase sepanjang yang bersangkutan memenuhi persyaratan sebagaimana yang
diatur dalam Peraturan Arbitrase Konstruksi dan memndapat persetujuan BADAPSKI.
Dalam hal komposisi arbiter dalam suatu arbitrase BADAPSKI, para pihak berhak
secara bebas menunjuk dan menentukan jumlah arbiter. Namun apabila para pihak
tidak dapat menunjuk atau menentukan para arbiter, maka Pimpinan BADAPSKI akan
menetapkan:
1.
Satu arbiter tunggal untuk arbitrase nasional dan/atau untuk kontrak UKM
Prosedur penunjukan 1 (satu) arbiter tunggal adalah:
a. Jika para pihak telah
sepakat untuk menunjuk arbiter tunggal, para pihak bebas untuk menyetujui
bersama-sama para arbiter tunggal.
b. Jika dalam 30 hari setelah
pihak lain menerima pemberitahuan arbitrase, dan para pihak tidak mencapai
kesepakatan tentang penunjukan arbiter tunggal, maka salah satu pihak dapat
meminta arbiter tunggal yang ditunjuk Pimpinan BADAPSKI.
2.
Tiga
arbiter untuk arbitrase internasional atau nasional
Prosedur penunjukan 3
(tiga) arbiter berdasarkan Peraturan BADAPSKI adalah:
a. Jika para pihak telah
sepakat untuk menunjuk 3 (tiga) arbiter, masing-masing pihak akan menunjuk
seorang arbiter. Dua arbiter yang ditujuk akan memilih arbiter ketiga yang
bertindak sebagai ketua arbiter dalam panel arbitrase.
b. Jika dalam 30 hari setelah
menerima pemberitahuan dari salah satu pihak atas penunjukan arbiter, pihak
lain tidak memberitahukan pihak pertama arbiter yang telah ditunjuk, pihak
pertama dapat meminta Pimpinan BADAPSKI untuk menunjuk arbiter kedua
c. Jika dalam 30 hari setelah
penunjukan arbiter kedua, kedua arbiter tidak setuju atas pemilihan ketua
arbiter, arbiter dapat ditunjuk oleh Pimpinan
BADAPSKI.
2.2.2 Dalam Hal Keberatan
Terhadap Arbiter
keberatan terhadap calon arbiter dapat dinyatakan dengan pemberitahuan
keberatan dalam waktu 15 hari setelah menerima pemberitahuan penunjukan arbiter
atau keberatan dalam waktu 15 hari. Keberatan tersebut harus dikirim secara
bersamaan kepada Majelis Arbitrase dalam bentuk pemberitahuan dengan
menyampaikan juga kepada pihak lain, arbiter yang mendapat keberatan, anggota
lain dari Majelis Arbitrase, jika ada, dan tembusannya dikirimkan kepada
Pimpinan BADAPSKI. Pemberitahuan dilakukan secara tertulis dengan menyebutkan
alasan keberatan dan Pimpinan BADAPSKI dapat memerintahkan penundaan proses
arbitrase sampai keberatan ditindaklanjuti. Jika dalah 14 hari sejak
diterimanya pemberitahuan keberatan, pihak lain yang tidak setuju dengan
keberatan dan arbiter yang mendapat keberatan tidak mengundurkan diri secara
sukarela maka keputusan mengenai keberatan menjadi tanggung jawab Pimpinan
BADAPSKI.
2.2.3 Dalam Hal Persidangan
Dalam hal persidangan, persidangan arbitrase akan diadakan secara
tertutup kecuali para pihak menyetujui sebaliknya. Majelis arbitrase berhak
menentukan siapa saja yang boleh menghadiri sidang, menyetujui pengunduran diri
saksi termasuk saksi ahli.
2.2.4 Dalam Hal Biaya
Pimpinan BADAPSKI akan menentukan Deposit dalam jumlah uang muka
sementara yang bertujuan untuk menutupi biaya arbitrase. Deposit harus
dibayarkan oleh kedua belah pihak yang berperkara dalam waktu 21 (dua puluh
satu) hari. Apabila salah satu pihak yang bersengketa adalah institusi
pemerintah yang menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), maka wajib membuat
surat jaminan pembayaran (payment guarantee letter) yang pada pokoknya berisi
kesediaan untuk membayar biaya penyelesaian sengketa kepada BADAPSKI setelah
terbitnya Putusan Majelis arbitrase
2.3 KETENTUAN HUKUM PUTUSAN
BADAPSKI
Jika Majelis arbitrase berpendapat bahwa pemeriksaan arbitrase telah
cukup, maka Majelis arbitrase akan memberikan putusan akhir dalam waktu 30 hari
sejak selesainya persidangan. Perhitungan waktu dimulai dari tanggal penyerahan
akhir
secara lisan
maupun tertulis. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 30
Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Peraturan
Arbitrase BADAPSKI menyatakan bahwa putusan yang dijatuhkan final dan mengikat
serta wajib dilaksanakan oleh para pihak dimana putusan arbitrase harus dibuat
secara tertulis dan memuat:
1. Kepala putusan yang
berbunyi “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”
2. Nama lengkap dan alamat para pihak
3. Uraian singkat sengketa
4. Pendirian para pihak
5. Nama lengkap dan alamat arbiter
6. Pertimbangan dan kesimpulan
arbiter atau majelis arbitrase mengenai keseluruhan sengketa
7. Amar putusan
8. Tempat dan tanggal putusan
9. Tanda tangan arbiter dan majelis arbitrase
Putusan arbitrase yang tidak ditandatangani oleh salah satu arbiter
tidak mempengaruhi kekuatan hukum putusan, namun alasan terkait tidak adanya
tanda tangan tersebut harus dicantumkan dalam putusan.
2.4 EKSEKUSI DAN UPAYA HUKUM ATAS PUTUSAN BADAN ARBITRASE DAN ALTERNATIF
PENYELESAIAN SENGKETA KONSTRUKSI (BADAPSKI)
Berdasarkan Peraturan Arbitrase Konstruksi BADAPSKI, para pihak haruslah
segera menjalankan putusan tanpa penundaan, serta para pihak haruslah
memberikan suatu pernyataan tertulis yang tidak dapat ditarik kembali yang pada
pokoknya melepaskan hak-hak meraka pada setiap upaya banding, tinjauan atau
upaya lain ke pengadilan atau otoritas peradilan lainnya secara sah dan para
pihak selanjutnya setuju bahwa putusan adalah final dan mengikat para pihak
sejak tanggal putusan. Dalam putusan arbitrase ditetapkan suatu jangka waktu
dimana putusan arbitrase tersebut harus dilaksanakan. Berdasarkan Pasal 59 ayat
(1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa bahwa putusan arbitrase haruslah diserahkan dan didaftarkan
kepada Panitera Pengadilan Negeri paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung
sejak putusan dibacakan. Tidak dipenuhinya ketentuan tersebut berakibat pada
putusan arbitrase tidak dapat dilaksanakan.
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. mahasiswa mengerti dan
memahami mengenai penyelesaian sengketa dalam jasa konstruksi
2. Mengetahui prosedur penyelesaian sengketa pada
BADAPSKI
3. dalam hal penentuan
arbiter, persidangan, dan biaya yang dikeluarkan ditentukan oleh Badan
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi (BADAPSKI), namun
pihak yang bersangkutan boleh tidak menyetujuinya namun disertai dengan alasan.
3.2 SARAN
Sebaiknya
mahasiswa teknik sipil harus lebih banyak mengetahui atau
mempelajari tentang Badan Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa Konstruksi (BADAPSKI) karena ini akan sangat
berfungsi di dunia pekerjaan nantinya.